Ini adalah cerita tentang hidupku, dimulai dari aku lulus SMK. Daripada aku tak tau harus berbuat apa, keputusanku untuk pergi merantau sudah bulat. Hanya dengan modal tekat dan restu orangtua, ku naiki vespa biru kesayanganku untuk pergi ke kota metropolitan. Dengan berat hati dan sangat sedih orangtuaku merelakan menjual tanah untuk membekaliku.Yahhh inilah aku yang dianggap tidak lebih baik dari kakakku.Ayahku pun lebih menyesali kehilangan tanahnya daripada aku ANAKNYA.Suram bukan masa laluku?Dan inilah aku, sederhana, cuek, dan ugal-ugalan.
Sejenak kita
tinggalkan kisahku dan bercerita tentang pemuda di Medan.Ardy namanya, dia
kaya, berlimpah harta, tetapi dia kurang gigi dan pelupa pula.Makannya dia di
panggil “ompong”.Dia juga bosan dengan hidupya, diapun juga pergi ke Jakarta.
Satu lagi nih si
Cipeng, tmpang sangar, gagah tetapi otaknya tinggal setengah alias “begok”.
Katanya sih dia dari Madura, tapi asal-usulnya aku juga kurang tau. Beritanya
keluarganya tewas semua saat perang saudara. Karena tak ingin bersedih terlalu
lama, dia juga merantau ke Jakarta.Yang katanya ibukota tetapi seperti tempat
sampah baginya.
Kami bertiga
bertemu dengan cara yang aneh. Saat aku menuju monas, sialnya vespaku mogok,
pusing tujuh keliling. Akhirnya dengan terpaksa aku benerin sendiri motorku.
Saat aku sandarkan motorku ditabraklak aku sama orang “sialan motorku dadi
ambruk cok!!!” kataku. Dan ternyata dompet orang itu yang menabrakku jatuh.
“wah dompet iki, lumayan etung-etung ganti rugi”kembali ku berucap. Tak ku
sangka tak ku duga saat ku ambil dompet itu, di keroyoklah aku.Ternyata orang
tadi seorang copet. Dibawalah aku ke rumahsakit, ehh salah ke kantor polisi
maksudku, tanpa vespa kesayanganku yang hanya tergeletak di tempat.
Di tempat lain,
tibalah Cipeng yang baru turun dari bis karena kebelet kencing. Di cari-cari
toilet umum tidak ketemu juga, karena tidak ada toilet terpaksa dia kencing di
bawah pohon yang sialnya di belakangnya banyak banci-banci.Dikerumunilah dia,
di cium, di raba-raba hingga dia banyak noda lipstick di wajahnya.Lebih sialnya
lagi satpol PP dating, para banci berhamburan lari.Cipeng pun tak ingin
tertangkap diapun ikut lari, tetapi tenaganya sudah habis buat melawan banci.Di
tangkaplah Cipeng dikira sedang bermesraan dengan banci. Di seretlah dia ke
kantor polisi.
Yang nggak kalah
begok Si Ompong.Dengan PD nya sesampainya di Jakarta, dia langsung makan di
restoran mewah.Setelah selesai dia makan, baru sadar ATM, HP dan uangnya
ketinggalan di Airport. “bah macam mana pula ini, aku lupa bawa tasku. Alamak
ketinggalan di Airport” gerutunya. Karena tidak bisa membayar akhirnya di
tuntut dan di bawa ke kantor polisi.
Yaa disinilah,
di balik jeruji besi kita di pertemukan.Setelah semalam kita menginap, akhirnya
keesokan harinya kita tidak terbukti bersalah.Dengan kumis tebalnya, Pak Polisi
menghampiri kami dan membuka pintu penjara. “keluar kalian, hari ini kalian
bebas!” dengan tegasnya Pak Polisi bicara. “Alhamdulillah, akhirnya aku
bebas.Iso nggoleki vespaku iki” dengan girangnya aku berucap.
Tetapi setelah
aku pikir-pikir, aku belum punya tempat tinggal di Jakarta.Dan aku pun minta
izin untuk menginap di penjara lagi. “ngene pak, aku urung duwe omah ning
Jakarka, aku oleh turu kene maneh mboten?” kataku dengan PD nya. “apa yang kau
bicarakan, saya tidak mengerti” sahut pak polisi. “haha gini loh pak, maksud
saya boleh tidak saya nginep disini lagi?” jelasku. “Hahaha macam mana pula kau
ini, ada saja tingkah kau.” Kata Ompong (sambil menepuk-nepuk perutnya
karena tertawa). “tidak boleh. Sudah
sana keluar!” dengan tegasnya pak polisi berkata. Kami bertiga pun keluar dari kantor polisi. “aku mau cari kos,
bagaimana dengan kalian?” tanya Cipeng. “aku ikut kau sajalah” jawab Ompong.
“wis aku yo melu lah. Tapi bantu cari vespaku ya? Hahaha” kataku sambil merayu. “bahhh iya lah nati
kita cari bersama-sama” sahut Ompong. “bagus….” Dengan senangnya ku berucap.
“sudahlah, mari kita cari kos, segera jalan !!!” sela Cipeng.
Kami segera
berjalan mencari kos. Setelah lama berjalan akhirnya kami menemukan kos tapi
harganya cukup mahal. Karena hari sudah gelap maka kami putuskan untuk ngekos
disini. “cok aku gur due duit sakmene!” kataku sambil memperlihatkan uang 50rb.
“bah, beruntung la kau masih punya uang, aku sepersen pun tak punya” sela Ompong. “aku Cuma ada 150rb”
dengan kerasnya dia berkata, padahal uang di tangannya ada 350rb. “bahh, bodoh
kali kau ini!” seru Ompong. “hahaha goblokk kowe ki peng…” sahutku (sambil
menepuk bahu cipeng). “Oooo iya lupa aku, ya sudah ini buat bayar semunya saja”
kata Cipeng. “tapi aku mersa tak enak pada kalian” sela Ompong (sambil
merangkulku dan merangkul Cipeng). “uwislahh rapopo, namanya kita juga kawan.”
Aku menyela pembicaraan.
Akhirnya dengan
uang 600rb untuk membayar setengah kontrakan. “bagaimana ini kok Cuma 600rb?”
kata bapak kos. “nihh ku kasih jam ku pak, harganya 1juta lebih. Buat melunasi
sampai bulan depan sekalian” kata Ompong sambil memberikan jam tangannya pada
bapak kos. “baiklah, saya terima uang ini.” Sambung bapak kos. Sambil terheran-heran
Cipeng berkata “ta ternyata sampeyan orang kaya takiye”.“ bukan, itu hanya
pemberian saat aku ulang tahun.” Kata Ompong (sambil membuang muka, karena dia tak mau aku dan Cipeng tau
bahwa dia orang kaya.
Saat kami
mencari pekerjaan dan taka da satupun dari kami yang mendapatkan pekerjaan,
kami mulai frustasi dan hamper putus asa apalagi uang kami dalam dua bulan ini
sudah habis.Di tengah-tengah perjalanan kami, Cipeng berkata “ayo kita ngamen
saja, siapa tau kita bisa suskes hahaha”. “benar kali ide kau, kebetulan aku
juga bisa sedikit bermain gitar” sahut Ompong.
Tanpa berfikir
panjang kami segera menuju jalan raya.Tidak hanya gitar Ompong saja yang
dibawa, aku ppun membawa tong sampah yang aku sulap menjadi drum.Dan dengan
tampang sangarnya Cipeng bernyanyi dangdut sambil aku Ompong yang
mengiringinya.Setelah berjam-jam kami mengamen, tak terasa waktu sudah menun
jukkan tengah hari.Uang yang kami dapatpun cuma cukup untuk membeli sebungkus
nasi untuk makan kami bertiga.Hari demi hari hanya itu yang kita lakukan, tidak
ada sedikitpun peningkatan. Hingga kami menunggak uang kos sampai 3bulan.
Kami kembali
putus asa dan di pinggir sungai Ciliwung kami duduk terp[aku meratapi nasib
kami. “bah hidup kita Cuma seperti ini, bisa mati kelaparan kita disini” kata
Ompong. “iya, ding mending kita dulu jualan sate Madura takiye” sambut Cipeng.
“kowe ki kasih ide kita pas kita sudah begini, ra due duitlah awake dewe”
jedaku (sambil memungut kertas di belakangku) “ni ini nasib kita mau gimana
lagi?”bantah Cipeng. Dengan kertas yang ku pegang, aku berkata “ayo kita tulis
postcard saja, tapi buka untuk orang, untuk tuhan. “bah apa kau kata, ada-ada
saja tingkah kau.” Kata Ompong (sambil menggeleng-geleng kepala. Dan dengan
polosnya Cipeng berkata “apa yang sampeyan maksud postcard?”. “ya allah,
postcard we ra reti. Postcard kui ya peng adalah surat jadi kita buat surat
untuk tuhan.” Jelasku kepada Cipeng. “sampeyan gak bilang dari tadi” ucap
Cipeng sambil tertawa.
Kemudian akupun
menilis harapanku, “aku berharap menemukan vespaku dan pulang ke rumah lagi
sebagai orang sukses dan bisa membuat orangtuaku bangga.”Si Cipeng menulis “aku
ingin mendapatkan keluarga dan sukses.” Sementara Ompong menulis “aku lebih
ingin di perhatika orangtuaku.” Setelah kami menulis, kami masukkan kertas itu
ke dalam botol dan menenggelamkannyadi sungai Ciliwung.Berharap Tuhan
mendengarkannya dan itulah postcard untuk Tuhan dari kami.Setelah kami lihat
botol itu sudah tenggelam, kami segera beranjak dari situ.Dan kami pulang
dengan beban yang sedikit berkurang.
Seperti biasanya
dari pagi kami mengamen, tak di sangka aku bertemu dengan orang yang
menganggapku Copet. “kowe kan yang ngeroyok aku kemarin?” tanyaku. “ohh iya mas
saya mencari-cari anda 5bulan ini,” kata orang itu. “buat apa?” kembali ku
bertanya. “aku ingin menembalikan vespamu mas, itu ada di rumah saya. Itu rumah
saya kelihatan dari sini.Mari kita ambil.”Jelas orang itu. “terimakasih pak,
saya tidak tahu hareus bilang apa” (dengan girangnya aku berkata) setelah ku
ambil vespa ku, kami melanjutkan mengamen. Kembali tak terduga ada produser
melihat kami mengamen, karena kami mengamen dengan bercanda terus-menerus
produser itu pun tertarik pada kami.Lalu menghampiri kami dan menawarkan
menjadi pelawak.Tanpa pikir panjang kami terima tawaran itu.
Tiga bukan
berlalu, nama kamipun sudah tersohor dan kamipun berlimpah harta. Kami
memutuskan untuk vakum sementara demi untuk pulang kampong.Aku pulang vespaku,
Cipeng juga pulang ke kampungnya karena ternyata ada keluarganya yang masih hidup.Sementara
Ompong di jemput ayah dan ibunya karena dia adalah orang kaya.Dan di dalam
sekejap hidup kami berubah, semenjak kami menulis postcard itu.Aku juga merasa
tidak di anggap di bawah kakakku.Dan aku juga bisa memberangkatkan haji kedua
orangtuaku.Kamipun selalu bersama melawak dan senantiasa bahagia, “itulah
harapan yang terkabul dari Poscard untuk Tuhan.”
Dwi Ari Anto
0 komentar:
Posting Komentar