Blogroll

Selasa, 12 Februari 2013

Poscard untuk Tuhan

Ini adalah cerita tentang hidupku, dimulai dari aku lulus SMK. Daripada aku tak tau harus berbuat apa, keputusanku untuk pergi merantau sudah bulat. Hanya dengan modal tekat dan restu orangtua, ku naiki vespa biru kesayanganku untuk pergi ke kota metropolitan. Dengan berat hati dan sangat sedih orangtuaku merelakan menjual tanah untuk membekaliku.Yahhh inilah aku yang dianggap tidak lebih baik dari kakakku.Ayahku pun lebih menyesali kehilangan tanahnya daripada aku ANAKNYA.Suram bukan masa laluku?Dan inilah aku, sederhana, cuek, dan ugal-ugalan.

Sejenak kita tinggalkan kisahku dan bercerita tentang pemuda di Medan.Ardy namanya, dia kaya, berlimpah harta, tetapi dia kurang gigi dan pelupa pula.Makannya dia di panggil “ompong”.Dia juga bosan dengan hidupya, diapun juga pergi ke Jakarta.
Satu lagi nih si Cipeng, tmpang sangar, gagah tetapi otaknya tinggal setengah alias “begok”. Katanya sih dia dari Madura, tapi asal-usulnya aku juga kurang tau. Beritanya keluarganya tewas semua saat perang saudara. Karena tak ingin bersedih terlalu lama, dia juga merantau ke Jakarta.Yang katanya ibukota tetapi seperti tempat sampah baginya.
Kami bertiga bertemu dengan cara yang aneh. Saat aku menuju monas, sialnya vespaku mogok, pusing tujuh keliling. Akhirnya dengan terpaksa aku benerin sendiri motorku. Saat aku sandarkan motorku ditabraklak aku sama orang “sialan motorku dadi ambruk cok!!!” kataku. Dan ternyata dompet orang itu yang menabrakku jatuh. “wah dompet iki, lumayan etung-etung ganti rugi”kembali ku berucap. Tak ku sangka tak ku duga saat ku ambil dompet itu, di keroyoklah aku.Ternyata orang tadi seorang copet. Dibawalah aku ke rumahsakit, ehh salah ke kantor polisi maksudku, tanpa vespa kesayanganku yang hanya tergeletak di tempat.
Di tempat lain, tibalah Cipeng yang baru turun dari bis karena kebelet kencing. Di cari-cari toilet umum tidak ketemu juga, karena tidak ada toilet terpaksa dia kencing di bawah pohon yang sialnya di belakangnya banyak banci-banci.Dikerumunilah dia, di cium, di raba-raba hingga dia banyak noda lipstick di wajahnya.Lebih sialnya lagi satpol PP dating, para banci berhamburan lari.Cipeng pun tak ingin tertangkap diapun ikut lari, tetapi tenaganya sudah habis buat melawan banci.Di tangkaplah Cipeng dikira sedang bermesraan dengan banci. Di seretlah dia ke kantor polisi.
Yang nggak kalah begok Si Ompong.Dengan PD nya sesampainya di Jakarta, dia langsung makan di restoran mewah.Setelah selesai dia makan, baru sadar ATM, HP dan uangnya ketinggalan di Airport. “bah macam mana pula ini, aku lupa bawa tasku. Alamak ketinggalan di Airport” gerutunya. Karena tidak bisa membayar akhirnya di tuntut dan di bawa ke kantor polisi.
Yaa disinilah, di balik jeruji besi kita di pertemukan.Setelah semalam kita menginap, akhirnya keesokan harinya kita tidak terbukti bersalah.Dengan kumis tebalnya, Pak Polisi menghampiri kami dan membuka pintu penjara. “keluar kalian, hari ini kalian bebas!” dengan tegasnya Pak Polisi bicara. “Alhamdulillah, akhirnya aku bebas.Iso nggoleki vespaku iki” dengan girangnya aku berucap.
Tetapi setelah aku pikir-pikir, aku belum punya tempat tinggal di Jakarta.Dan aku pun minta izin untuk menginap di penjara lagi. “ngene pak, aku urung duwe omah ning Jakarka, aku oleh turu kene maneh mboten?” kataku dengan PD nya. “apa yang kau bicarakan, saya tidak mengerti” sahut pak polisi. “haha gini loh pak, maksud saya boleh tidak saya nginep disini lagi?” jelasku. “Hahaha macam mana pula kau ini, ada saja tingkah kau.” Kata Ompong (sambil menepuk-nepuk perutnya karena  tertawa). “tidak boleh. Sudah sana keluar!” dengan tegasnya pak polisi berkata. Kami bertiga pun  keluar dari kantor polisi. “aku mau cari kos, bagaimana dengan kalian?” tanya Cipeng. “aku ikut kau sajalah” jawab Ompong. “wis aku yo melu lah. Tapi bantu cari vespaku ya? Hahaha”  kataku sambil merayu. “bahhh iya lah nati kita cari bersama-sama” sahut Ompong. “bagus….” Dengan senangnya ku berucap. “sudahlah, mari kita cari kos, segera jalan !!!” sela Cipeng.
Kami segera berjalan mencari kos. Setelah lama berjalan akhirnya kami menemukan kos tapi harganya cukup mahal. Karena hari sudah gelap maka kami putuskan untuk ngekos disini. “cok aku gur due duit sakmene!” kataku sambil memperlihatkan uang 50rb. “bah, beruntung la kau masih punya uang, aku sepersen pun  tak punya” sela Ompong. “aku Cuma ada 150rb” dengan kerasnya dia berkata, padahal uang di tangannya ada 350rb. “bahh, bodoh kali kau ini!” seru Ompong. “hahaha goblokk kowe ki peng…” sahutku (sambil menepuk bahu cipeng). “Oooo iya lupa aku, ya sudah ini buat bayar semunya saja” kata Cipeng. “tapi aku mersa tak enak pada kalian” sela Ompong (sambil merangkulku dan merangkul Cipeng). “uwislahh rapopo, namanya kita juga kawan.” Aku menyela pembicaraan.
Akhirnya dengan uang 600rb untuk membayar setengah kontrakan. “bagaimana ini kok Cuma 600rb?” kata bapak kos. “nihh ku kasih jam ku pak, harganya 1juta lebih. Buat melunasi sampai bulan depan sekalian” kata Ompong sambil memberikan jam tangannya pada bapak kos. “baiklah, saya terima uang ini.” Sambung bapak kos. Sambil terheran-heran Cipeng berkata “ta ternyata sampeyan orang kaya takiye”.“ bukan, itu hanya pemberian saat aku ulang tahun.” Kata Ompong (sambil membuang  muka, karena dia tak mau aku dan Cipeng tau bahwa dia orang kaya.
Saat kami mencari pekerjaan dan taka da satupun dari kami yang mendapatkan pekerjaan, kami mulai frustasi dan hamper putus asa apalagi uang kami dalam dua bulan ini sudah habis.Di tengah-tengah perjalanan kami, Cipeng berkata “ayo kita ngamen saja, siapa tau kita bisa suskes hahaha”. “benar kali ide kau, kebetulan aku juga bisa sedikit bermain gitar” sahut Ompong.
Tanpa berfikir panjang kami segera menuju jalan raya.Tidak hanya gitar Ompong saja yang dibawa, aku ppun membawa tong sampah yang aku sulap menjadi drum.Dan dengan tampang sangarnya Cipeng bernyanyi dangdut sambil aku Ompong yang mengiringinya.Setelah berjam-jam kami mengamen, tak terasa waktu sudah menun jukkan tengah hari.Uang yang kami dapatpun cuma cukup untuk membeli sebungkus nasi untuk makan kami bertiga.Hari demi hari hanya itu yang kita lakukan, tidak ada sedikitpun peningkatan. Hingga kami menunggak uang kos sampai 3bulan.
Kami kembali putus asa dan di pinggir sungai Ciliwung kami duduk terp[aku meratapi nasib kami. “bah hidup kita Cuma seperti ini, bisa mati kelaparan kita disini” kata Ompong. “iya, ding mending kita dulu jualan sate Madura takiye” sambut Cipeng. “kowe ki kasih ide kita pas kita sudah begini, ra due duitlah awake dewe” jedaku (sambil memungut kertas di belakangku) “ni ini nasib kita mau gimana lagi?”bantah Cipeng. Dengan kertas yang ku pegang, aku berkata “ayo kita tulis postcard saja, tapi buka untuk orang, untuk tuhan. “bah apa kau kata, ada-ada saja tingkah kau.” Kata Ompong (sambil menggeleng-geleng kepala. Dan dengan polosnya Cipeng berkata “apa yang sampeyan maksud postcard?”. “ya allah, postcard we ra reti. Postcard kui ya peng adalah surat jadi kita buat surat untuk tuhan.” Jelasku kepada Cipeng. “sampeyan gak bilang dari tadi” ucap Cipeng sambil tertawa.
Kemudian akupun menilis harapanku, “aku berharap menemukan vespaku dan pulang ke rumah lagi sebagai orang sukses dan bisa membuat orangtuaku bangga.”Si Cipeng menulis “aku ingin mendapatkan keluarga dan sukses.” Sementara Ompong menulis “aku lebih ingin di perhatika orangtuaku.” Setelah kami menulis, kami masukkan kertas itu ke dalam botol dan menenggelamkannyadi sungai Ciliwung.Berharap Tuhan mendengarkannya dan itulah postcard untuk Tuhan dari kami.Setelah kami lihat botol itu sudah tenggelam, kami segera beranjak dari situ.Dan kami pulang dengan beban yang sedikit berkurang.
Seperti biasanya dari pagi kami mengamen, tak di sangka aku bertemu dengan orang yang menganggapku Copet. “kowe kan yang ngeroyok aku kemarin?” tanyaku. “ohh iya mas saya mencari-cari anda 5bulan ini,” kata orang itu. “buat apa?” kembali ku bertanya. “aku ingin menembalikan vespamu mas, itu ada di rumah saya. Itu rumah saya kelihatan dari sini.Mari kita ambil.”Jelas orang itu. “terimakasih pak, saya tidak tahu hareus bilang apa” (dengan girangnya aku berkata) setelah ku ambil vespa ku, kami melanjutkan mengamen. Kembali tak terduga ada produser melihat kami mengamen, karena kami mengamen dengan bercanda terus-menerus produser itu pun tertarik pada kami.Lalu menghampiri kami dan menawarkan menjadi pelawak.Tanpa pikir panjang kami terima tawaran itu.
Tiga bukan berlalu, nama kamipun sudah tersohor dan kamipun berlimpah harta. Kami memutuskan untuk vakum sementara demi untuk pulang kampong.Aku pulang vespaku, Cipeng juga pulang ke kampungnya karena ternyata ada keluarganya yang masih hidup.Sementara Ompong di jemput ayah dan ibunya karena dia adalah orang kaya.Dan di dalam sekejap hidup kami berubah, semenjak kami menulis postcard itu.Aku juga merasa tidak di anggap di bawah kakakku.Dan aku juga bisa memberangkatkan haji kedua orangtuaku.Kamipun selalu bersama melawak dan senantiasa bahagia, “itulah harapan yang terkabul dari Poscard untuk Tuhan.”
Dwi Ari Anto

0 komentar:

Posting Komentar